Pemerintah Target Swasembada Bawang, Politikus ini Mempertanyakan
SEMARANG (LN)- Pernyataan Menteri Pertanian Amran Sulaiman tentang swasembada bawang putih layak dipertanyakan. Cita-cita swasembada pada 2019 dinilai masih jauh panggang dari api. Hal itu terlihat dari kondisi produksi dalma negeri, harga bawang putih, serta kapasitas impor yang mencapai 90 – 98% dari kebutuhan nasional. Hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah.
“Saat ini kebutuhan nasional bawang putih antara 480.000-500.000 ton per tahun, produksi kita hanya mampu penuhi 10-20% atau sekitar 20.000 ton,” kata anggota Komisi B DPRD Jateng, Riyono dalam rilisnya Rabu (5/7).
Menurutnya, Indonesia pernah swasembada bawang putih pada 1990-an. Saat itu memiliki luas lahan 28.000 hektare. Padahal, data dari kementerian Pertanian pada 2016 menyebutkan lahan pertanian bawang putih hanya 2.043 hektare. Untuk untuk mencapai kondisi swasembada dibutuhkan lahan minimal 72.000 hektare hingga 100.000 hektare dengan kebutuhan benih 89.779 ton. Melihat kondisi lahan dan volume impor yang luar biasa saat ini pemerintah harus realisitis dan kerja keras untuk wujudkan swasembada.
“Mari kita lihat dan petakan dengan benar keterpaduan semua stakeholder untuk wujudkan swasembada. Mampukah mencetak lahan dari 2.043 hektare menjadi 100.000 hektare dalam dua tahun? Mampu menyediakan benih sebanyak itu? Jangan sampai seperti benih tebu nasional yang sekarang tidak mampu produksi karena matinya pusat pembenihan tebu nasional,” lanjut Politikus PKS ini.
Saat ini pusat produksi bawang putih tersebar di enam provinsi besar dengan kapasitas produksi antara 2.000-100.000 ton. Data Kementan 2016 menyebutkan, enam wilayah tersebut diantaranya Nusa Tenggara barat 110.009 ton, Jateng 68.191 ton, Jabar 15.478 ton, Jatim 7.779 ton, Sumatra Barat 5.898 ton dan Nusa Tenggara Timur 2.723 ton.
“Gagasan Mentan mencetak 60.000 hektare lahan yang akan di pusatkan di Jateng, Sumbar, Sulsel dan NTT masih kurang. Harusnya Jabar dan Jatim juga harus dilibatkan untuk mempercepat peningkatan produksi,” tutup Riyono. (sp)