Tokoh Umat : Waspadai Liberalisme dan Kebencian Terhadap Islam
(Jakarta:LN) Revisi RUU Antiterorisme, RUU Minuman Beralkohol, Kepemimpinan DKI Jakarta, dan Pencabutan Perda-Perda oleh pemerintah hangat dibahas dalam Diskusi Tokoh Terbatas yang diselenggarakan oleh DPP Hizbut Tahrir Indonesia (16/6/2016).
Dalam kesempatan tersebut, Juru Bicara HTI memaparkan titik kritis yang terdapat di dalam kedua RUU. “Dalam Islam, pemimpin itu harus Muslim,” tegasnya. Berkaitan dengan pencabutan Perda, Ismail Yusanto menyimpulkan, “Di antara Perda yang dicabut itu adalah Perda yang digali dari ajaran Islam.”
Sebagaimana ramai dituntut pencabutannya oleh kalangan islamophobia, di antara Perda tersebut tentang jilbab; kewajiban bisa baca al-Qur’an bagi siswa dan calon pengantin; pelarangan membuka restoran, warung, rombong dan sejenisnya di bulan Ramadhan; pelarangan makan dan minum atau merokok di tempat umum pada bulan Ramadhan; kewajiban mengembangkan budaya Islam (MTQ, qosidah, dll).
Mantan Presiden Konfederasi Serikat Buruh Nasional, Ahmad Daryoko mengatakan, “RUU semua tadi berbasis pada ideologi. Dan ideologi yang nampaknya sekarang dijadikan dasar adalah komunisme. Semua ini adalah test of the water. HTI harus leading dalam memenangkan pertarungan ini”.
Sementara, Pengacara Azzam Khan menegaskan, “Ada fakta luar biasa, mau tidak mau umat Islam harus melawan. Bila DKI dipegang Ahok, akan membuka keran yang luar biasa. Di belakang semua ini adalah kekuatan asing, Cina.” Berkaitan dengan minuman keras, “Miras, ini memberi kesempatan kepada mata sipit,” tegasnya.
“Pada saat RDPU dengan DPR, TPM bersama organisasi lain diundang. Semua merasa bahwa apa yang akan dilakukan perubahan oleh pemerintah ditolak,” ujar Ahmad Michdan. Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) ini menambahkan, “Sebaiknya definisi terorisme mengacu surat al-Maidah ayat 33, yakni membuat kerusakan di muka bumi ini adalah secara totalitas. Misalnya, apa yang dilakukan Freeport merupakan kerusakan di muka bumi. Begitu juga, kerusakan budaya, ekonomi, lingkungan, semuanya harus dianggap teroris.”
Para tokoh sepakat bahwa persoalan keumatan kekinian baik skala nasional maupun lokal Jakarta, intinya berasal dari penerapan liberalisme yang dipadukan dengan ketakutan dan kebencian terhadap Islam. Nampak hadir dalam acara yang diakhiri buka shaum tersebut A Mufti (Sarekat Islam Indonesia), Zulkifli dan Sabili Raun (al-Ittihadiyah), Ahmad Michdan (TPM), Luthfie Hakim (Pengacara), Daryoko (Mantan Presiden KFSBN), Amin Djamaluddin (LPIQ), Amin Lubis (Perti), Syekh Faroji (pengurus PBNU), KH Shofar Mawardi (Darul Muwahhid), KH Zainuddin (Purwakarta), pimpinan HTI, dan para ulama.[] lf.